DUGAAN PENGGELAPAN PAJAK OLEH PERUSAHAAN BAKRIE
GROUP
Ada ungkapan big is beautiful. Tapi
sepertinya ungkapan itu tidak seluruhnya benar. Hal ini seperti yang dialami PT
Bumi Resources Tbk. Salah satu produsen tambang batu bara terbesar di Indonesia
ini sedang pusing lantaran dituding menggelapkan pajak sebesar Rp2,1 triliun.
LSM Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai, jumlah itu membengkak menjadi
Rp11,426 triliun setelah perusahaan diduga kurang membayar royalti pada periode
2003-2008.
Seperti diketahui, dugaan penggelapan pajak PT Bumi
Resources Tbk, termasuk anak usahanya PT Arutmin Indonesia, dan PT Kaltim Prima
Coal (KPC) sebesar Rp2,1 triliun pada tahun 2007 itu tengah diproses oleh Polda
Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Bedanya, untuk dugaan penggelapan
pajak KPC tengah disidik Polda Kaltim. Lalu Polda Kalsel menyelidiki dugaan
penggelapan pajak Arutmin.
Koordinator Monitoring dan Analisa Anggaran ICW,
Firdaus Ilyas mengatakan pembengkakan utang perusahaan tambang milik Aburizal
Bakrie itu didapat setelah ICW menelaah data-data primer seperti laporan
keuangan perusahaan, prospektus, laporan pada pemegang saham, data produksi
serta penjualan batu bara perseroan. Data itu juga kami dapat dari hasil audit
BPK. Lalu, setelah sejumlah dokumen tersebut diteliti, ditemukan dua kenakalan
yang dilakukan perseroan. Pertama, ditemukan kekurangan setoran Dana Hasil
Penjualan Batubara (DHPB) pada 2003-2008, mencapai AS$143,189 juta. “Tetapi,
angka itu belum disesuaikan dengan laporan keuangan persero 2008 yaitu
AS$608,178 juta.
Kedua, emiten berkode saham BUMI itu kurang membayar
royalti periode 2003-2008 yang jumlahnya mencapai AS$477,299 juta. Alhasil,
total kewajiban Bumi pada negara mencapai AS$1,228 miliar. Apabila menggunakan
kurs Rp9.300, maka kewajiban BUMI mencapai Rp11,426 triliun. Atas dasar itu,
ICW mendesak Departemen Keuangan memanggil dan memeriksa kantor akuntan publik
yang mengaudit laporan keuangan BUMI. Selain itu, Departemen Keuangan juga
harus memanggil Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Departemen
ESDM. Soalnya, dari Direktur Jenderal ini, bisa diketahui berbagai
hal yang mempengaruhi penerimaan BUMI seperti harga batu bara.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sendiri tidak
tinggal diam. Institusi yang bernaung di bawah Departemen Keuangan ini terus
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tunggakan pajak tiga perusahaan
Grup Bakrie tersebut. Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo menegaskan, jika ingin
penyidikan dihentikan maka Grup Bakrie harus membayar kewajiban lima kali lipat
dari total tunggakan. Jadi, harus bayar denda 400 persen. Kalau ditambah pokok
tunggakan, jadi 500 persen. Selain harus melunasi kewajibannya, ada prosedur
lain yang harus ditempuh Grup Bakrie jika ingin penyidikan kasus ini
dihentikan. “Mereka harus mengajukan permohonan ke Menkeu, kemudian dari Menkeu
ke Kejagung untuk minta penghentian penyidikan”. Langkah ini tertuang dalam
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara
Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan
Penerimaan Negara.
PMK yang berlaku sejak 18 Agustus 2009 itu
menyatakan, proses penyidikan kasus tindak pidana bidang perpajakan dapat
dihentikan melalui izin dari Menkeu, setelah wajib pajak (WP) melunasi pajak
yang tidak atau kurang dibayarkan atau yang seharusnya tidak dikembalikan serta
setelah membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali dari pajak
yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat menghentikan
penyidikan kasus pidana bidang perpajakan maksimal selama enam bulan sejak tanggal
surat permintaan yang dibuat Menkeu. Sebelumnya, Dirjen Pajak diminta Menkeu
meneliti dan memberi pendapat sebagai bahan pertimbangan. Surat yang diajukan
WP kepada Menkeu harus dilengkapi pernyataan berisi pengakuan bersalah dan
kesanggupan pelunasan pembayaran pajak dan sanksi.
Ditjen Pajak yang mengetahui kasus ini mengatakan
kemungkinan penambahan nilai kerugian negara terjadi karena dalam proses
penyidikan yang dilaksanakan, penyidik menemukan komponen biaya pada PT
Bumi Resources Tbk (BUMI) yang tidak sesuai dengan seharusnya, sehingga
menyebabkan besaran pajak yang dibayarkan menjadi kecil. Itu salah satunya dari
biaya bunga pinjaman. Kami sedang menelusuri, nilainya bisa mencapai
ratusan miliar rupiah. Komponen biaya merupakan salah
satu komponen yang bisa dikurangkan dari penghasilan bruto dalam rangka
penentuan penghasilan kena pajak (PKP). Namun, berdasarkan ketentuan
perpajakan, tidak semua komponen biaya bisa dikurangkan dari penghasilan bruto.
Saat meminta penjelasan lebih lanjut mengenai
komponen biaya apa saja yang dimaksud, dia enggan menjelaskannya. Pelaksana
tugas (Plt) Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Pontas
Pane ketika dikonfirmasi enggan berkomentar banyak soal perkembangan penyidikan
ketiga kasus tersebut. Namun, menurut dia, Ditjen Pajak terus
melaksanakan proses penyidikan meski terjadi resistensi dari pihak saksi maupun
tersangka.
Direktorat Jenderal Pajak saat ini mengusut kasus
dugaan pidana pajak oleh tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Kaltim Prima
Coal (KPC), Bumi, dan PT Arutmin Indonesia. Ketiganya diduga menyampaikan surat
pemberitahuan (SPT) tahunan tahun pajak 2007 secara tidak benar. Untuk KPC dan
Bumi, Ditjen Pajak telah melakukan penyidikan sementara untuk Arutmin masih dalam
proses pemeriksaan bukti permulaan. Terkait pelaksanaan penyidikan
tersebut, mengungkapkan tim penyidik Ditjen Pajak mengalami
kesulitan memanggil saksi. Tidak tahu kenapa, tapi memang informasi yang kami
dapat menyebutkan di dalam mereka (Grup Bakrie) sudah ada tekanan.” Menurut
dia, pemanggilan terhadap tersangka juga mengalami hambatan karena yang
bersangkutan tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan
penyidik pajak dengan alasan sedang sakit. “Kami sudah panggil
sekali, nanti tak lama lagi akan kami panggil kedua kali. Kalau juga tak
dipenuhi akan kami panggil paksa dibantu Kepolisian,” tegasnya.
Dengan adanya masalah ini, kita bisa melihat bahwa
sebagai perusahaan yang telah Go Publik masih adanya indikasi bahwa
perusahaan-perusahaan tersebut masih belum menerapkan prinsip-prinsip good
corporat governance, walaupun masih sebatas dugaan tetapi asumsi-asumsi
negative telah mengarah kesana. Untuk bisa memastikannya lebih jauh maka harus
dilakukan penyidikan lebih lanjut, tetapi untuk dampak sementara akibat adanya
dugaan ini, investor sudah mulai ragu untuk menanamkan modalnya pada
perusahaan-perusahaan tersebut.
Didalam konsep good governance setiap informasi yang
hendakkan disampaikan harus terbuka dan akurat, jauh dari manipulasi dan
hal-hal yang menyesatkan, sebab dengan diterapkannya Prinsip corporate
governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, yang
pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan, termasuk
investor.
UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP DUGAAN PENGGELAPAN
PAJAK
Pajak adalah salah satu tiang yang sangat penting
bagi perekonomian di sebuah Negara. Tanpa pajak, Negara tidak mampu membiayai
pembangunan. Tanpa pajak pula, pemerintah mustahil bisa menggaji para pegawai
dan mensejahterakan rakyatnya. Karena itu, pemerintah harus sangat serius dalam
menindak para pengemplang pajak. Tapi, apa buktinya, premis itu jauh lebih
gampang diucapkan dari pada dilakukan. Faktanya pemerintah kerap gagal
menghadapi para pengemplang dan penggelap pajak.
Munculnya kembali kasus dugaan pengemplangan pajak
yang dilakukan oleh kelompok usaha Bakrie, menambah bukti yang kuat betapa
sulitnya bertindak tegas terhadap wajib pajak (WP) ukuran besar. Yang cenderung
terjadi adalah pemeerintah lebih banyak bersikap longgar terhadap mereka.
Tersebutlah 3 perusahaan group Bakrie yang dilaporkan telah lalai membayar
pajak sebesar Rp 2,1 Triliun. Perusahaan itu adalah PT.Bumi Resource, PT Kaltim
Prima Coal (KPC), dan PT Arutmin Indonesia. PT Bumi menunggak pajak sebesar Rp
376 Milyar, KPC sebesar 1,5 Triliun, dan PT Arutmin senilai 300 Milyar.
Kasus tentang itu sebenarnya telah muncul tahun lalu
terkait dengan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) 2007. Namun, pemerintah tidak
tegas menyelesaikan kasus itu, sehingga kini muncul kembali dengan persoalan
yang lebih kompleks karena urusan pajak itu di kait-kaitkan dengan kasus Bank
Century, yang ditenggarai mempengaruhi sikap golkar yang kini dipimpin Aburizal
Bakrie. Sudah tepat langkah Ditjen Pajak untuk memidanakan group Bakrie dalam
kasus dugaan pengemplangan pajak itu. Tunggakan pajak sebesar 2,1 Triliun itu
adalah jumlah yang sangat bernilai bagi rakyat.(Media Indonesia) Anak
perusahaan group Bakrie itu terancam membayar denda tunggakan pajak sebesar 4
kali lipat dari nilai pokok tunggakan / diwajibkan membayar sebesar 10,5
Triliun.
Pengemplang pajak biasanya disebut juga dengan
korupsi, kejahatan pajak, mengemplang hutang yang ditanggung oleh rakyat.
Terkait dengan masih tingginya tunggakan pajak yang dilakukan sejumlah wajib
pajak di Indonesia dan penyalahgunaannya maka hal tersebut seharusnya segera
dituntaskan karena dinilai merugikan perekonomian Negara. Diharapkan pemerintah
segera menangani setiap pelanggaran pajak dan diberi sanksi pidana pajak yang
tegas.
Hukum merupakan cermin yang memantulkan kepentingan
masyaraat. Karena kepentingan masyarakat selalu berubah, maka secara
operasional hukum juga dituntut untuk selalu mengubah dirinya. Dewasa ini,
dunia hukum di Indonesia sedang dalam masa disintegrated. Disatu satu pihak,
tatanan hukum lama yang berasal dari hukum kolonial dan hukum adat, bahkan
hukum yang telah dibentuk setelah kemerdekaan banyak yang telah usang. Dan
dilain pihak, tatanan alternatif dari hukum baru belum juga terbentuk. Bahkan platform yang
jelas belumpun diketahui, ditambah dengan sector pengetahuan ekonomi yang
semangatnya digenjot menggebu-gebu, tercipalah distorsi kedalam sektor bisnis
dan ekonomi itu sendiri.
Konsekuensi logisnya, tidak terlalu mengherankan
jika dewasa ini sangat merajalela terjadinya praktek bisnis yang tidak fair.
Seperti persaingan curang, monopoli, ologopoli, kartel, pemberian fasilitas dan
akumulasi sumber daya ekonomi di tangan satu atau dua konglomerat, bisnis dan
perizinan yang dilandasi pada koneksi, suap menyuap dan lobi yang kental,
birokrasi dan prosedur yang berbelit-belit dan termasuk juga adanya dugaan
skandal penggelapan pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dibawah naungan
Bakri Group. Hal ini menandakan hukum bisnis tidak berperan, baik karena
kevakuman, kebobrokan atau ketidak jelasan aturan main, atau karena Law
Enforcement nya yang kurang sigap kalaupun tidak dibilang lumpuh total.
Bila terdapat pelanggaran, konsekuensinya akan
berhadapan dengan sanksi hukum sesuai dengan jenis dan kualitas pelanggaran.
Upaya untuk melakukan penegakan hukum harus berlangsung secara konsisten dengan
tetap memperhatikan kepentingan perkembangan Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar
Modal (Bapepam) berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memiliki
kewenangan yang sangat besar untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan
pengawasan kepada industri pasar modal diharapkan mampu menjalankan fungsinya
sesuai dengan yang diamanatkan UU tersebut.
Disamping itu, untuk menjalankan pengawasan secara
represif, Bapepam diberi kewenangan melakukan pemeriksaan, penyelidikan dan
penyidikan seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995
tentang tata cara pemeriksaan di Pasar Modal. Dalam rangka itulah maka sesuai
dengan amanah yang digariskan dalam Undang-Undang Pasar Modal, bahwa dalam
rangka menyempurnakan pengaturan pasar modal telah dikeluarkan serangkaian
peraturan yang memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi para pelaku pasar
modal.
Mengenai tingkat kesalahan yang disyaratkan adalah
berupa “kesengajaan”(mengetahui), dan “kelalaian” (kurang hati-hati). Ini
berarti sebagai General Law dapat dikatakan bahwa setiap pihak yang
terlibat di pasar modal dapat dimintakan pertanggung jawab hukum, apabila
padanya terdapat unsur kesalahan.
Dalam hukum pidana kesalahan dapat terwujud
kejahatan dan pelanggaran, sedangkan dalam hukum perdata, jika tanggung jawab
tersebut berasal dari perbuatan melawan hukum (in casu Pasal 1365 BW) atau malpraktek,
maka wujudnya dapat berupa perbuatan dengan unsur kesengajaan (on purpose),
atau kurang hati-hati (negligence). Jika perbuatan tersebut bersumber dari
suatu perjanjian (vide buku ke-III BW), maka kesalahan tersebut akan berwujud
ingkar janji (on default). Disamping itu kesalahan dapat pula dalam bentuk
kesalahan moral, sehingga mereka harus tunduk pada masing-masing kode etik
profesi, ataupun kesalahan yang ancamannya hanya berupak sanksi administrasi.
Bersalah tidaknya para pelaku di Perusahaan-perusahaan
bakri Group juga dapat dikukur dengan kriteria dalam bidang apakah akibat dari
kesalahan itu terjadi. Kalau terjadi kekeliruan dalam bidang keuangan, maka
akuntan public ikut bertanggung jawab, dan kalau dalam bidang hukum, konsultan
hukumnya dan layak diminta tanggung jawab. Tanggung jawab profesi penunjang
juga terbatas mengingat mereka pada prinsipnya hanya mempunyai tanggung jawab
“berasumsi” atau tanggung jawab “di atas kertas”. Artinya, tanggung jawab
mereka hanya beralaskan asumsi bahwa seluruh dokumen yag tersedia adalah benar.
Misalnya jika ada diantara dokumen tersebut yang tidak benar isinya atau palsu
sehingga analisis mereka menjadi tidak akurat, maka hal tersebut berada diluar
tanggung jawab mereka. Pihak yang memalsukan dokumenlah yang lebih bertanggung
jawab.
Pihak penjamin emisi juga penyandang tanggung jawab
yang berat, mengingat dialah yang sangat jauh terlibat dalam proses emisi
saham, dan dia pulalah yang memegang komando dan menentukan policy. Disamping
itu, Bapepam, sebagai badan pengawas juga tidak bisa dilepaskan tanggung jawab
hukumnya. Dalam ilmu hukum dikenal prinsip siapa yang bersalah harus dihukum.
Kalau Bapepam yang besalah, yaitu adanya unsur kesengajaan atau keteledoran,
maka tidak reasonable jika Bapepam dilepaskan dari tanggung jawabnya,
sungguhpun ada kewajiban menempatkan kalimat dalam prospectus yang berbunyi
Bapepam tidak memberikan pernyataan menyetuju dan seterusnya.
Pada saat ini upaya berkesinambungan dilakukan oleh
Pemerintah dan masyarakat agar hukum dapat mengayomi dan menjadi landasan bagi
kegiatan masyarakat dan pembangunan. Adanya kepastian hukum merupakan wahana
untuk timbulnya kepercayaan kepada pasar. Salah satu syarat agar pasar modal
mampu mengembangkan perekonomian Indonesia adalah kejahatan di pasar modal
khususnya penggelapan pajak harus dapat ditemukan dan diselesaikan melalui
hukum yang berlaku baik itu kebiasaan maupun karena telah diatur dalam aturan
di pasar modal.
Walaupun media sedang gencar-gencarnya memberitakan
skandal penggelapan dana pajak yang paling besar dalam sejarah yang ada, namun
perlawanan dari pihak Bakri Group terhadap hal tersebut tetap ada, yakni upaya
PT Kaltim Prima Coal (KPC) untuk menghentikan penyidikan yang dilakukan Ditjen
Pajak, harus kandas setelah PN Jakarta Selatan menyatakan permohonan
praperadilan KPC tak dapat diterima. Hakim tunggal sidang praperadilan Prasetyo
tersebut menyatakan permohonan praperadilan KPC tak masuk obyek praperadilan
sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP.
Dirjen Pajak dan Departemen Keuangan harus segera
menyelesaikan kasus dugaan penggelapan pajak yang terjadi dalam kurun waktu
2003-2008 oleh PT Bumi Resources Tbk. Jika berlarut-larut justru menimbulkan
kecurigaan proses penyelesaiannya telah disusupi oleh mafia hukum. Selain
itu BEI (Bursa Efek Indonesia) harus aktif melakukan penyelidikan dugaan
penggelapan pajak, karena ini menyangkut perusahaan publik, yang seharusnya
semua laporan keuangannya terbuka. Kalau benar ada penggelapan
pajak, berarti ada yang disembunyikan dari publik.
SOLUSI
Dalam kasus dugaan penggelapan pajak oleh perusahaan Bakrie
Group, perusahaan mengemukakan bahwa dalam menghadapi masa sulit
diperlukan efisiensi. Berkaitan dengan hal tersebut, efisiensi yang paling
cepat untuk dapat dilakukan adalah dengan mengurangi pengeluaran, seperti
memanipulasi laporan pajak, mengurangi tenaga kerja, dan lain-lain. Alasan
efisiensi tersebut tak lain adalah konsekuensi dari globalisasi yang memadatkan
jarak dan waktu memang menuntut kompetisi ekonomi global menjadi kian sengit
dengan tenggat waktu yang amat cepat. Dengan demikian, sebuah transaksi bisnis
tak lagi memakan waktu yang lama seperti dahulu kala. Kini, untuk melakukan
transaksi bisnis antar benua bahkan cukup memakan waktu dalam hitungan detik
saja. Hal tersebut tentu menuntut perusahaan pada situasi yang amat kompetitif
yang menimbulkan konsekuensi ketat bahwa kegagalan berefisiensi akan membuat
perusahaan ketinggalan dan kehilangan kesempatan.
Efisiensi menjadi kata kunci bagi perusahaan untuk
mengejar keuntungan yang berpacu dalam persaingan global tersebut. Namun
menurut Robert Cooter, sesungguhnya efisiensi bukan sekadar dipacu oleh
persaingan global terlebih memang sejak awalnya sudah menjadi sifat pengusaha
untuk melakukan efisiensi dan maksimalisasi hasil usaha
Secara umum, kita dapat mengatakan bahwa ekonomi
menghasilkan sebuah teori tingkah laku/perilaku untuk memprediksi bagaimana
respon manusia terhadap perubahan-perubahan dalam hukum. Teori ini
melampaui intuisi, hanya sebagai ilmu sains yang melampaui akal biasa (common
sense). Ilmu Ekonomi memprediksi efek kebijakan terhadap efisiensi. Efisiensi
selalu berhubungan dengan pembuatan kebijakan, karena akan selalu lebih baik
mencapai semua kebijakan-kebijakan yang ada dengan biaya yang rendah daripada
dengan biaya yang tinggi. Pejabat umum tidak pernah menyokong uang yang
siasia/pemborosan.
Selain efisiensi,
Ilmu ekonomi yang juga memprediksi efek dari kebijakan-kebijakan dalam nilai
penting lainnya adalah distribusi. Diantara penerapan ilmu ekonomi itu terhadap
kebijakan publik adalah penggunaannya untuk memprediksi siapa sebenarnya yang
dibebankan berbagai macam pajak. Lebih daripada penelitian ilmu-ilmu sosial,
ahli ekonomi memahami bagaimana hukum memberi dampak terhadap distribusi
pendapatan dan kesejahteraan disegala lapisan sosial. Sementara ahli ekonomi
seringkali merekomendasikan perubahan untuk peningkatan efisiensi, mereka
mencoba menghindari sengketa tentang distribusi, biasanya memberikan
rekomendasi tentang distribusi kepada pengambil kebijakan (policy makers) atau
pemilih (voters).
DAFTAR PUSTAKA
Pengertian Penggelapan Pajak
Ringkasan KUP Tentang Tindak Pidana Perpajakan
Contoh Kasus
Video